DETIKTV | JAKARTA – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan tuduhan terhadap dirinya yang dinilai sengaja mematikan telepon genggam (handphone/HP) pada saat kegiatan operasi tangkap tangan salah satu anggota Komisi Pemilihan Umum merupakan tuduhan tanpa bukti.

Sebab, lanjut Hasto, terhadap tuduhan tersebut, berbagai kemungkinan bisa terjadi, antara lain telepon genggam dimatikan karena sedang presentasi, baterai habis, atau penyebab lainnya.

“Saya sendiri tidak bisa mengingat dengan detail apakah pada saat itu HP saya memang mati,” kata Hasto saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis.

Dalam beberapa kejadian pada saat terjadi pertemuan dengan presiden, menteri, atau pejabat negara lain dan dalam rapat-rapat tertentu, kata Hasto, telepon genggam memang dimatikan.

Sementara itu, pada saat memberikan pemaparan, status dirinya merupakan tamu dan berkonsentrasi pada acara sehingga tidak melihat atau membaca berita daring sebagaimana dituduhkan.

Adapun dalam tuduhan jaksa, Hasto disebut mematikan telepon genggam dan menyampaikan pesan kepada penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk menghubungi tersangka Harun Masiku.

“Siapa saksi yang mengetahui langsung bahwa saya menghubungi Nur Hasan dan dengan cara bagaimana saya menghubungi Nur Hasan?” ujarnya.

Dalam persidangan, sambung dia, Nur Hasan juga menyatakan belum pernah sama sekali dihubungi dirinya dan ia tidak memiliki nomor telepon genggam Nur Hasan. Demikian pula Nur Hasan mengaku tidak memiliki nomor telepon genggam Hasto.

Sebelumnya, Hasto dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap.

Dalam kasus tersebut, ia didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019–2024.

Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 Wahyu Setiawan.

Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019–2020.

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.