DETIKINDONESIA.CO.ID, BANTUL – Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memastikan bahwa kasus hukum terkait sengketa tanah yang menimpa keluarga Tupon Hadi Suwarno (Mbah Tupon) kini telah mencapai tahap kejaksaan, setelah melalui penyelidikan oleh Polda DIY.

 

“Kasus yang dialami Mbah Tupon saat ini sudah berada di kejaksaan, dari Polda kemudian ke Kejati, dan akan segera dilimpahkan ke pengadilan,” ujar Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, saat mengunjungi rumah keluarga Mbah Tupon di Ngentak, Bangunjiwo, Bantul, pada Jumat.

 

Pemkab Bantul telah menyediakan pendampingan hukum melalui pembentukan tim advokasi guna mengawal proses ini, agar hak atas tanah yang sertifikatnya telah dialihkan ke nama pihak lain bisa dikembalikan ke keluarga Mbah Tupon.

 

“Dalam proses hukum yang cukup panjang ini, kami menyempatkan diri bersilaturahmi untuk memastikan kondisi kesehatan Mbah Tupon dan keluarganya. Alhamdulillah semuanya dalam keadaan baik dan siap mengikuti proses hukum yang sedang berjalan,” tambahnya.

 

Selain memberikan dukungan moril dalam kunjungan tersebut, Bupati juga menyerahkan bantuan secara materiil dan menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk terus mengawal proses hingga hak keluarga Mbah Tupon dipulihkan.

 

“Alhamdulillah kondisi Mbah Tupon sekeluarga baik, dan seluruh jajaran Forkopimda akan terus memantau sampai hak-haknya kembali seperti semula,” katanya.

 

Bupati juga menyampaikan bahwa tim hukum yang mendampingi keluarga Mbah Tupon maupun keluarga Bryan Manov Qrisna Huri—korban kasus serupa—optimistis bahwa proses hukum akan segera masuk tahap persidangan.

 

“Sudah sampai kejaksaan dan tidak lama lagi dilimpahkan ke pengadilan. Kasus-kasus lain juga sudah dilaporkan ke Polda. Insyaallah, satu per satu kasus mafia tanah ini akan terselesaikan, dan Bantul bisa terbebas dari praktik mafia tanah,” ungkapnya.

 

Mbah Tupon, warga Ngentak, Bangunjiwo, menjadi korban penggelapan setelah sertifikat tanah miliknya seluas 1.655 meter persegi berpindah nama ke pihak lain dan dijadikan jaminan pinjaman senilai Rp1,5 miliar di sebuah lembaga keuangan.

 

Sementara itu, Bryan, warga Tamantirto, Bantul, juga mengalami hal serupa. Kasusnya berawal pada Agustus 2023, ketika ibunya, Endang Kusumawati (67), meminta bantuan seseorang bernama Triono untuk mengurus pemecahan sertifikat tanah. Namun, tanpa sepengetahuan mereka, sertifikat seluas 2.275 meter persegi berpindah nama menjadi Muhammad Achmadi dan dijadikan agunan kredit di sebuah bank di Sleman.

 

Kedua keluarga kini menanti keadilan serta pengembalian hak atas tanah yang mereka yakini telah disalahgunakan oleh pihak yang mereka percayai. Kasus ini telah dilaporkan ke Polda DIY.