DETIKTV.CO.ID,HALSEL— Amarah publik meledak di depan Markas Kepolisian Sektor (Polsek) Obi. Ratusan warga Desa Akegula dan sekitarnya menggelar aksi massa pada Rabu (9/7), menyuarakan mosi tidak percaya terhadap institusi kepolisian setempat. Aksi ini merupakan reaksi keras atas dugaan keterlibatan tiga oknum anggota Polsek Obi dalam upaya memediasi kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur secara kekeluargaan.

 

Massa membawa berbagai spanduk dengan tulisan menyentak hati: “Jangan Lindungi Pemerkosa!”, “Polsek Obi Cederai Keadilan”, dan “Oknum Polisi = Pengkhianat Hukum”. Dalam tuntutannya, mereka mendesak Kapolda Maluku Utara Brigjen. Pol. Waris Agono untuk mencopot dan memproses hukum tiga oknum polisi berinisial Rahman, Juned, dan Riki, yang disebut-sebut mencoba menutup kasus kekerasan seksual dengan pendekatan damai.

 

Orasi-orasi dalam aksi berlangsung dengan nada tinggi dan penuh emosi.

 

“Kalau hukum mati, rakyat akan hidupkan keadilan dengan caranya sendiri. Kami tidak sedang bermain-main. Mediasi atas pemerkosaan anak adalah penghinaan terhadap seluruh nurani rakyat Obi!” teriak Darwan orator utama aksi.

 

Kasus ini mencuat setelah orang tua korban resmi melaporkan pemerkosaan terhadap anak perempuannya yang berusia 15 tahun ke Polsek Obi pada 13 Juni 2025. Namun alih-alih diproses hukum, pihak keluarga malah diarahkan untuk berdamai oleh tiga anggota Polsek yang kini disorot tajam oleh publik.

 

Faldi A. Usman, Koordinator Lapangan Aksi, dengan suara keras menuntut pencopotan seluruh anggota Polsek yang terlibat.

 

“Saya berdiri di sini bukan untuk menawar keadilan. Kami tahu ada upaya mediasi yang menjijikkan dari oknum polisi. Mereka harus dipecat dan diproses pidana! Tidak ada tempat bagi perusak hukum di tubuh kepolisian!” tegas Faldi dalam orasinya, disambut teriakan massa: “Copot! Tangkap!”

 

Aksi massa berlangsung panas. Sejumlah ibu dari forum keluarga korban menangis ketika membacakan pernyataan sikap. Emosi memuncak ketika Bahar Haji, perwakilan keluarga korban, naik ke atas mobil komando.

 

“Anak kami diperkosa. Keadilan kami diinjak-injak. Kalau negara diam, jangan salahkan kami kalau kami cari pelaku sendiri. Kalau polisi hanya jadi pelindung pemerkosa, kami tidak butuh polisi!” ucap Bahar, dengan suara bergetar Rabu (9/7).

 

Ia juga memperingatkan bahwa keluarga korban telah memberikan batas waktu hingga Minggu, 13 Juli 2025 bagi kepolisian untuk menangkap para pelaku. Jika tidak, mereka menyatakan akan mengambil tindakan sendiri.

 

“Jangan salahkan rakyat kalau hukum rimba jadi pilihan terakhir. Seperti di Jikotamo pelaku dipukul mati oleh massa. Kami tidak ingin itu terjadi di Obi, tapi jangan paksa kami ke ujung kesabaran,” ujar Darwan.

 

Aksi ini juga membawa tujuh poin tuntutan yang dibacakan secara terbuka:

 

TUNTUTAN RAKYAT OBI:

 

1. Tangkap dan adili seluruh pelaku pemerkosaan anak di bawah umur.

 

2. Copot dan proses hukum tiga oknum polisi yang memediasi kasus.

 

3. Buka secara transparan proses hukum ke publik.

 

4. Jamin perlindungan dan pemulihan korban.

 

5. Jika tuntutan tidak diakomodir sampai batas waktu, rakyat akan memboikot Polsek Obi.

 

6. Keluarga akan melakukan pencarian pelaku secara mandiri jika tidak ada penangkapan hingga batas waktu.

 

7. Batas waktu penangkapan pelaku ditetapkan hingga hari Minggu, 13 Juli 2025.

 

Faldi, dalam orasi juga tambahkan, menyebut kasus ini sebagai “pengkhianatan institusional terhadap anak-anak Indonesia”.

 

“Kalau polisi jadi negosiator untuk pemerkosa, ini bukan lagi negara hukum. Ini negara gagal. Dan jika tidak ada keadilan untuk anak-anak kita, lebih baik rakyat yang ambil alih kendali keadilan,” Pungkasnya.