Oleh: Abdurrahman Meinanda

Ketua Bidang Perguruan Tinggi dan Kepemudaan (PTKP) BADKO HMI Sumatera Barat

Kasus PT Gamindra Mitra Kusuma (GMK) di Pasaman Barat bukan sekadar persoalan agraria atau pelanggaran izin tambang. Ini adalah cermin rapuhnya kedaulatan negara dalam menghadapi kekuatan modal yang merasuk hingga ke akar-akar birokrasi. Ini bukan lagi soal investasi, melainkan soal harga diri bangsa yang dikoyak di tanahnya sendiri.

Di balik tambang, tersingkap ironi yang menyakitkan: puluhan Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok bekerja secara ilegal, diduga menggunakan visa kunjungan — modus lama yang terus berulang karena lemahnya pengawasan. Mereka hidup dalam “koloni eksklusif” di area tambang, terpisah dari masyarakat lokal, menciptakan miniatur “negara dalam negara”. Sementara itu, pemuda-pemuda lokal masih mengantre pekerjaan, menyaksikan tanah kelahiran mereka dieksploitasi dan dijaga oleh orang asing.

1. Harga Diri yang Terkorbankan

Tenaga kerja asing ilegal ini bukan tenaga ahli. Mereka datang bukan membawa teknologi, bukan pula mentransfer pengetahuan. Jika tidak ada kebutuhan keahlian spesifik, mengapa mereka yang diprioritaskan? Apa motif sebenarnya? Efisiensi biaya dengan mengorbankan upah layak dan hak pekerja lokal? Atau ada praktik tambang ilegal lain yang sedang ditutupi?

Jika jawabannya iya, maka ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi kejahatan terhadap konstitusi dan cita-cita kemerdekaan itu sendiri.

2. Hukum yang Bisa Ditawar

Narasi “kemudahan investasi” kerap dijadikan pembenaran, namun dalam praktiknya justru membuka pintu kompromi terhadap hukum. Kasus PT GMK adalah bukti kegagalan total pengawasan imigrasi dan ketenagakerjaan. Penindakan tidak bisa berhenti pada deportasi pekerja ilegal. Harus diusut siapa sponsor, siapa yang memfasilitasi, dan aparat mana yang bermain di balik layar.

Jika negara tidak bisa menegakkan hukum di hadapan korporasi, lalu di mana wibawa dan keberpihakan pada rakyat?

3. Luka Sosial dan Jejak Ekologis

Konflik sosial dan ancaman kerusakan lingkungan makin nyata. Sejak 2022, nelayan Air Bangis sudah bersuara tentang dampak aktivitas tambang terhadap laut mereka. Hari ini, kekhawatiran itu terkonfirmasi. Citra satelit Google Maps menunjukkan adanya kerusakan yang masif — bahkan indikasi tambang emas ilegal yang masih beroperasi.

Apakah cuan hari ini sebanding dengan derita ekologis anak cucu kita nanti?

AMDAL perusahaan harus dievaluasi ulang secara terbuka, melibatkan masyarakat sebagai pihak terdampak utama — bukan lagi sekadar formalitas administratif.

4. Ketegasan yang Diharapkan dari Daerah

Kami mengapresiasi langkah awal Gubernur Sumatera Barat dan aparat terkait yang mulai merespons. Namun pernyataan tidak cukup. Harus ada audit menyeluruh terhadap operasional PT GMK. Jika ditemukan pelanggaran berat, maka opsi pencabutan izin operasional adalah konsekuensi logis. Negara tidak boleh ragu menindak perusahaan yang telah merusak hak rakyat dan bumi tempat mereka berpijak.

5. Dugaan Pembiaran dan Konflik Kepentingan

Lebih memprihatinkan lagi, kami mendapat laporan adanya dugaan backing dari oknum aparat kepolisian terhadap praktik tambang ilegal ini. Bahkan dikaitkan dengan dugaan hubungan kekeluargaan antara pihak perusahaan dan pejabat tinggi Polda Sumbar saat ini. Jika ini benar, maka bukan hanya hukum yang dipermainkan — tapi juga kepercayaan publik yang dipertaruhkan.

Momentum Bangkitnya Kesadaran Kolektif

Kasus PT GMK adalah wake-up call bagi kita semua — terutama mahasiswa dan pemuda sebagai garda terdepan kontrol sosial. Kita tidak anti investasi, tapi menolak investasi yang menginjak-injak harga diri bangsa dan merusak masa depan anak negeri.

Kita sedang menghadapi ujian kedaulatan di halaman rumah sendiri. Maka negara harus hadir secara tegas, adil, dan berpihak pada rakyat. untuk penutup kami dari PTKP BADKO HMI Sumatera Barat akan melakukan konsolidasi lintas kabupaten kota, aktivis pemuda dan mahasiswa serta tidak akan mundur untuk mengawasi dan mengawal persolan ini, Sampai kami merasa bahwa kedaulatan sudah berada ditangan rakyat
Yakin Usaha Sampai!

Yakin Usaha Sampai!