DETIKTV.CO.ID,HALSEL– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kota Ternate menyoroti serius keluhan sejumlah tenaga kesehatan di Rumah Sakit Pratama (RSP) Bisui, Kecamatan Gane Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara.
Keluhan tersebut menyangkut buruknya fasilitas pelayanan kesehatan, manajemen anggaran yang tertutup, hingga kebijakan internal direktur rumah sakit yang dinilai tidak manusiawi dan bertolak belakang dengan prinsip pelayanan publik yang berkeadilan.
Direktur LBH Ansor Ternate, Zulfikran Bailussy, menegaskan bahwa apa yang dialami oleh para tenaga kesehatan di RSP Bisui adalah cerminan buruknya tata kelola fasilitas pelayanan publik yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, akuntabilitas, dan profesionalisme.
“Tenaga kesehatan adalah garda terdepan dalam menjamin pelayanan publik di bidang kesehatan. Ketika mereka dipaksa bekerja dalam kondisi fasilitas rusak, tidur di atas boslap sobek, dan ditekan karena menyuarakan perbaikan, maka ini bukan sekadar persoalan manajemen. Ini adalah bentuk pengabaian terhadap hak-hak pekerja dan kualitas layanan terhadap pasien,” tegas Zulfikran, Sabtu (20/7/2025).
LBH Ansor menilai alasan tidak adanya anggaran yang disampaikan Direktur RSP Bisui, dr. Elisabeth Bernadette, tidak serta-merta dapat dijadikan pembenaran atas pembiaran kondisi fasilitas yang tidak layak dan tindakan marah-marah di hadapan pasien. Terlebih lagi, larangan penggunaan ruang rawat inap dan kebijakan biaya rujukan yang dibebankan sebagian besar kepada pasien, menunjukkan lemahnya keberpihakan manajemen terhadap masyarakat miskin dan rentan.
“Rujukan pasien ke RS Weda atau RSUD Labuha dengan beban BBM yang ditanggung pasien hingga mendekati satu juta rupiah adalah ironi pelayanan kesehatan di daerah. Seharusnya rumah sakit hadir untuk meringankan beban warga, bukan sebaliknya,” lanjut Zulfikran.
LBH Ansor mendesak Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera Selatan untuk segera melakukan audit menyeluruh atas pengelolaan RSP Bisui, termasuk transparansi penggunaan anggaran, tata kelola barang inventaris, serta evaluasi terhadap kepemimpinan direktur rumah sakit. Jika ditemukan pelanggaran administratif atau etika jabatan, maka langkah pergantian pimpinan RS menjadi keniscayaan demi perbaikan layanan ke depan.
“Kami juga membuka ruang pengaduan bagi tenaga kesehatan atau pasien yang mengalami tekanan atau perlakuan tidak adil selama berada di bawah pengelolaan RS Pratama Bisui. Negara tidak boleh membiarkan fasilitas publik dikelola secara semena-mena,” Pungkas, Zulfikran.
Tinggalkan Balasan