JAKARTA – Lanjutan keperdataan PT Tiphone Mobile Indonesia oleh termohon PT Bank CTBC Indonesia kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan agenda kesimpulan, Selasa (5/8/2025). Dalam agenda tersebut, Majlis Hakim yang diketuai oleh Anton Rizal Setiawan menerima dan mengabulkan permohonan yang telah diajukan oleh pemohon.
“Kesimpulannya yaitu menerima dan mengabulkan permohonan dari PT Bank CTBC Indonesia yang diajukan oleh mereka terhadap para Termohon (PT Tiphone Mobile Indonesia yang telah beganti nama menjadi PT Omni Inovasi Indonesia, PT Telesindo Shop, PT Simpatindo Multimedia, PT Perdana Mulia Makmur, PT Poin Multi Media Nusantara. Selanjutnya tentang Pembatalan Perdamaia (Homologast) PKPU Nomor 147/Pát Sue PKPU/2020/PN.Niaga Jkt Pet. Tanggal 04 Januari 2021 untuk sel 1 untuk seluruhnya,” kata Hakim Ketua, Anton Rizal saat membacakan kesimpulan dengan didampingi oleh anggota Hakim Marper Perdiangan dan Muhamad Firman Akbar.
Selain itu, Hakim juga menyatakan para Termohon telah lalai memenuhi isi perdamaian yang telah disahkan berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pa da PN Jakpus Nomor 147/Pat Sus PKPU/2020/PN Maga Jkt Pat. Tanggal 04 Januari 2021). Dalam kesimpulan tersebut juga telah membatalkan Perjanjian Perdamaian yang disepakati pada tanggal 14 Desember 2020 antara para Termohon dan para kreditornya dengan Skema Penyelesaian Utang yang ditawarkan dalam rencana perdamaian yang telah disahkan berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakpus Nomor 147/Pdt. Sus-PKPLJ/2020/PN Niaga Jez. Pet. Tanggal 04 Januari 2021 lalu.
“Menyatakan para Termohon dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya,” ucap Anton Rizal dalam Ruang Sidang Oemar Seno Adji.
Kemudian, dalam kesimpulan tersebut juga menunjuk dan mengangkat Hakim Pengadilan Niaga pada PN Jakpus sebagai Hakim Pengawas dalam perkara a quo. Hakim juga membacakan tentang biaya kepallitan dan imbalan jasa kurator (fee kurator) akan ditetapkan setelah kurator selesai melaksanakan tugasnya.
“Menghukum termohon untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara a quo,” ujarnya.
Menunjuk dan mengangkat Eva Fitriani yang terdaftar sebagai kurator dan pengurus di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Anggrian Rahmanu terdaftar sebagai Kurator dan Pengurus di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Litsri Elisa Putri terdaftar sebagai Kutator dan Pengurus di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI yang bertugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Diketahui, PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk dimiliki oleh Hengky Setiawan menjabat sebagai Direktur, dan Adiknya Welly Setiawan sebagai Komisaris di perusahaan tersebut.
Hal tersebut mendapat sorotan dari Direktur Center Of Budget (CBA) Uchok Sky Khadafi, dia meminta Majlis Hakim di PN Jakarta Pusat yang menangani kasus dugaan penipuan investasi bodong yang dilakukan oleh crazy rich si raja voucher, Hengky Setiawan sebagai Direktur PT Tiphone Mobile Indonesia, Ricky Lim, dan Willy Setiawan sebagai Komisaris di PT Tiphone Mobile Indonesia agar dimiskinkan.
Menurut Uchok, Majlis Hakim bisa menggunakan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan tersangka terancam dimiskinkan, sepanjang penyitaan itu diatur dalam undang-undang dan ada regulasinya, hal ini tentu bisa jadi cara yang efektif untuk membuat para penipu investasi bodong jera. Menurutnya, penyitaan itu bisa membuat para nasabah untuk lebih berhati-hati ketika hendak menerima tawaran investasi.
“Saya mendukung pernyataan penyidik Polda Metro Jaya yang akan menghukum dan memiskinkan dugaan penipuan investasi bodong yang dilakukan oleh Hengky Setiawan, Ricky Lim, dan Willy Setiawan. Makanya, hakim harus menyita seluruh aset milik Hengky,’’ kata Direktur Center Of Budget (CBA), Uchok Sky Khadafi.
Uchok menyebut, PT Upaya Cipta Sejahtera/ PT UCS sahamnya dimiliki oleh Hengky Setiawan dan adiknya Welly Setiawan saat ini kasus keperdataanya sedang digugat di PN Jakarta Pusat oleh PT Bank CTBC Indonesia. Hengky sebagai Dirut dan Welly sebagai komisaris PT UCS memiliki aset berupa saham PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk sebesar 37% (2,7 milyar lembar) Pada tahun 2018 saham 2,7Milyar lembar digadaikan oleh PT UCS ke bank Sinar Mas.
“Tahun 2019-2020, PT UCS menerbitkan bilyet investasi dengan menjadikan 1 milyar saham PT Tiphone mobil Indonesia Tbk sebagai dasar jaminan. Kegiatan ini tidak memiliki izin dari OJK. Dan saham yang dijadikan dasar jaminan sudah digadaikan sebelumnya,’’ ucap Uchok.
Kronologi Kasus Investasi Bodong 362 Miliar Informasi yang didapat, jelas Uchok, ada nasabah sekitar 300 orang lebih dengan total kerugian kurang lebih 362 milyar. Karena semua investor menagih uangnya, maka untuk mengalihkannya PT UCS di PKPU kemudian dipailitkan oleh Hengky sendiri sebagai modus akal-akalan guna menghindar dari upaya nasabah menagih.
Sejak kasus bergulir sudah ada 2 laporan di Polda :
1. LP/B/3614/IV/2024/SPKT/polda metro jaya tanggal 28 Juni 2024. Ditangani oleh Dirreskrimsus kasubdit II ekonomi perbankan.
2. STTLP/B/963/II/2025/SPKT/polda metro jaya tanggal 10 Februari 2025 ditangani oleh Dirreskrimum kasubdit IV tipiter.
Uchok menyebut sosok Hengky yang selama ini dikenal sebagai “Crazy Rich” Indonesia dan pemilik Telesindo Group ini masuk dalam kasus platform trading investasi bodong. Kata Uchok, Kasusnya saat ini sudah naik ke tahap persidangan.
“Nama Hengky muncul setelah puluhan korban melaporkan dugaan penipuan investasi berkedok skema imbal hasil tinggi kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya,’’ jelas Uchok.
Hengky telah melakukan skema menjanjikan keuntungan tetap dalam waktu singkat, ini merupakan ciri khas investasi ilegal. Terlepas dari sanksi tersebut, dirinya mengimbau kepada masyarakat untuk mempelajari terlebih dahulu secara bijak produk investasi.
“Secara umum penyitaan aset itu dilakukan agar bisa menjadi pelajaran ke depanya. Jadikan kasus investasi bodong yang dilakukan oleh Hengky Setiawan ini sebuah pelajaran, supaya ke depannya kasus investasi bodong seperti yang dilakukan beberapa oknum itu tidak terjadi lagi,” imbuhnya
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Adies Kadir angkat suara terkait kasus dugaan investasi bodong yang melibatkan HS. Kasus tersebut tengah ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya.
Adies menegaskan pelaku investasi ilegal yang merugikan masyarakat harus dihukum seberat-beratnya. Dia juga mendorong aparat penegak hukum menyita aset para pelaku guna mengembalikan dana korban.
“Yang pasti menurut saya, jenis investasi yang merugikan masyarakat umum dan menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya, harus diberikan hukuman maksimal. Kalau tidak dapat mengembalikan uang masyarakat, sita aset-asetnya, sampai semua uang masyarakat terselamatkan,” ujar Adies kepada wartawan, dilansir pada Selasa, 20 Mei 2025.
Dia juga meminta pihak kepolisian dan aparat penegak hukum lain agar lebih sigap dalam mengantisipasi berbagai modus investasi ilegal yang menawarkan keuntungan cepat. Adies mendorong regulasi terkait investasi diperketat para pemangku kepentingan untuk mencegah kasus serupa terjadi kembali.
“Pihak Polri dan aparat penegak hukum lainnya harus sudah dapat mengendus modus-modus seperti ini, yang sedang marak dengan menawarkan investasi cepat dan menggiurkan di berbagai bidang. Regulasi investasi seperti ini juga harus diperketat oleh stakeholder terkait,” ujar dia.
Dia juga mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menerima tawaran investasi. Masyarakat diminta selalu memverifikasi latar belakang dan rekam jejak perusahaan sebelum menanamkan modal.
“Saya mengimbau agar masyarakat berhati-hati dan cermat dalam menerima tawaran-tawaran investasi seperti ini. Teliti betul latar belakang dan track record dari perusahaan investasi tersebut,” pesannya
Sekedar informasi, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak menyebut pihaknya saat ini tengah menyelidiki kasus dugaan penipuan dan penggelapan tersebut. Dia menjelaskan, laporan tersebut teregistrasi dengan nomor laporan LP/B/963/II/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 10 Februari 2025 dengan pelapor Sayidito Hatta yang merupakan kuasa hukum dari 7 korban dari kasus tersebut.
“Saat ini perkara tersebut tengah ditangani oleh Kasubdit IV Tipidter Dirreskrimsus Polda Metro Jaya. Untuk perkembangan penanganan perkara aquo, terlapor dalam laporan sebanyak 3 orang. Dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh pelapor dalam laporan adalah perihal perbankan, penipuan, penggelapan, dan TPPU. Jadi kerugian yang dilaporkan dalam laporan adalah Rp3,2 miliar,” paparnya.
Menurut Ade Safri, adapun, pasal yang disangkakan yakni Pasal 46 UU Perbankan; Pasal 372 KUHP, Pasal 378 KUHP, serta Pasal 3, 4, 5 UU TPPU.
“Waktu kejadiannya pada tahun 2018 sampai dengan Tahun 2020 di Taman Sari Jakarta Barat,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan