DETIKTV.CO.ID, TERNATE–Polemik PT Smart Marsindo kian menajam. Dari dugaan suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) hingga praktik illegal mining di Halmahera Tengah, kini jadi perhatian publik justru tersedot pada sikap Forum Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara (Formapas-Malut) yang dinilai berubah haluan. Dari mulanya mengumbar kritik keras, tiba-tiba forum itu memberi nada apresiatif sebuah inkonsistensi yang tak pelak memicu tanda tanya besar.

 

‎Awalnya, Formapas melalui Sekretaris Bidang ESDM Alfian Sangaji, mengungkap dugaan pelanggaran serius PT Smart Marsindo. Ia menyinggung fakta persidangan dalam perkara korupsi dengan putusan Nomor 11/Pid.Sus-TPK/2024/PN Ternate, di mana nama Shanty Alda Nathalia, Direktur Utama perusahaan sekaligus anggota DPR RI, terseret dalam aliran dana Rp250 juta terkait urusan perizinan IUP.

 

“Uang itu diserahkan usai pertemuan dengan almarhum AGK di Hotel Bidakara, Jakarta, melalui staf perusahaan,” ungkap Alfian kala itu.

 

‎Dalam narasi Formapas, peristiwa itu bukan sekadar dugaan administratif, melainkan indikasi praktik suap yang mencoreng hukum dan merusak sendi integritas pejabat publik. Ditambah lagi, PT Smart Marsindo dinilai tak patuh terhadap kewajiban Jaminan Reklamasi sebagaimana ditegaskan dalam surat peringatan kedua Ditjen Minerba, Nomor B-727/MB.07/DJB.T/2025 tertanggal 16 Mei 2025.

 

‎Ketua Umum Formapas, Riswan Sanun, bahkan sempat menuding perusahaan tersebut sebagai aktor utama kerusakan ekologis di Pulau Gebe. “Kami akan terus mengawal. Kerusakan yang ditimbulkan perusahaan ini nyata dan harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya kala itu dengan lantang.

Namun, publik dikejutkan oleh perubahan sikap Formapas yang belakangan terkesan lebih akomodatif. Nada keras yang dulu menggema kini berubah jadi pernyataan berbau apresiasi. Pergeseran inilah yang langsung ditepis oleh Ketua Rayon Hukum PMII Cabang Ternate. Menurutnya, apa yang ditunjukkan Formapas bukan hanya kontradiktif, tetapi juga berbahaya bagi kredibilitas gerakan mahasiswa.

‎“Bagaimana mungkin forum akademik yang mengusung idealisme bisa begitu cepat berubah dari kritik tajam ke sikap lunak penuh kompromi? Publik berhak curiga: apakah ada kepentingan terselubung di balik perubahan narasi itu?” tegasnya, Selasa (26/8).

Ia menambahkan, isu dugaan suap IUP dan illegal mining tidak boleh direduksi menjadi permainan retorika. Persoalan ini adalah soal penegakan hukum, keadilan ekologis, dan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat. “Jika praktik suap benar terbukti, maka yang dipertaruhkan bukan hanya nama baik perusahaan, tapi juga integritas pejabat negara dan masa depan ruang hidup rakyat Maluku Utara,” ujarnya.

 

‎Kritik ini sekaligus menyentil agenda Formapas sendiri yang sebelumnya menyatakan akan melaporkan ulang dugaan keterlibatan Shanty Alda Nathalia ke KPK, mendesak investigasi ke Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, hingga Satgas Minerba. Tetapi, alih-alih konsisten mengawal, pernyataan mereka kini justru membingungkan publik.

 

‎Polemik PT Smart Marsindo semakin menyingkap wajah ganda industri tambang bukan sekadar bisnis, melainkan medan perebutan kuasa politik, hukum, dan ekologi. Di titik ini, masyarakat Maluku Utara dihadapkan pada pertanyaan yang menohok, apakah Formapas benar-benar berdiri untuk kepentingan rakyat, atau sekadar bagian dari permainan narasi yang melemahkan perlawanan terhadap raksasa tambang