DETIKTV.CO.ID,HALSEL– Polemik pelantikan empat kepala desa di Kabupaten Halmahera Selatan terus menuai kecaman. Kali ini, pernyataan Kabag Hukum Setda Halsel, Yusran Uamakamea dan Kepala Dinas DPMD, M. Zaki Abdul Wahab S.H,M.H, dianggap menyesatkan publik serta mencederai logika hukum tata usaha negara.

 

Yusran Uamakamea berkilah bahwa pelantikan empat kepala desa yang dilakukan Bupati sudah benar, dengan alasan para kepala desa tersebut adalah pemenang di tingkat desa meski kalah dalam sengketa di PTUN Ambon. Ia bahkan menyebut putusan PTUN hanya menyoal aspek administratif, bukan fakta lapangan.

 

Pernyataan ini jelas bermasalah. Putusan PTUN bukanlah rekomendasi, melainkan putusan hukum inkrah yang wajib dijalankan. Tidak ada ruang tafsir subjektif, apalagi menolak pelaksanaan putusan dengan alasan “fakta di desa”.

 

Sementara itu, Kadis DPMD Halsel, M. Zaki Abdul Wahab S.H, M.H juga menegaskan bahwa amar putusan PTUN tidak secara eksplisit memerintahkan pelantikan pihak penggugat. Dengan dalih itu, ia menyebut Bupati berhak menggunakan diskresi untuk melantik pihak lain.

 

“Bupati adalah pejabat TUN, sehingga keputusan yang diambil sudah melalui pertimbangan hukum,” ujar Zaki.

 

Menanggapi hal tersebut, praktisi hukum Bambang Joisangadji S.H menilai pernyataan tersebut keliru dan berpotensi menjerumuskan Bupati.

“Diskresi tidak bisa digunakan untuk membangkang amar putusan pengadilan. Dalam sistem hukum Indonesia, putusan PTUN yang sudah inkrah bersifat final dan mengikat, serta wajib dipatuhi oleh pejabat terkait. Mengabaikan putusan justru masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad),” tegas Bambang.

Lebih jauh, Bambang mengkritik tajam sikap Kabag Hukum yang terkesan gegabah dan asal berpendapat. “Coba kalau jadi Kabag Hukum, belajar dulu membaca amar putusan dan pahami dengan baik. Jangan memutuskan sesuatu hanya karena keinginan sendiri atau kelompok. Ini soal hukum, bukan soal selera.

Alih-alih menjadi penasihat hukum yang meluruskan arah kebijakan Bupati, Kabag Hukum dan Kadis DPMD justru dinilai menjustifikasi tindakan yang nyata-nyata melawan hukum.

ia juga menilai, cara pandang seperti ini sangat berbahaya bagi tata kelola pemerintahan. Jika pejabat publik menjadikan diskresi sebagai tameng untuk menolak putusan pengadilan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya jabatan kepala desa, tetapi juga martabat hukum, kepastian hukum, dan supremasi pengadilan di Halmahera Selatan.

Sebagai tambahan, Kabag hukum dan kadis DPMD harus baca pertimbangan hukum yang ada dalam putusan itu, agar bisa memahami isi putusan itu seperti apa,” Pungkasnya.