Detik TV | Jakarta – Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor membuka peluang untuk mengkaji penggunaan sebagian dana cukai tembakau sebagai sumber dana pesangon bagi pekerja industri rokok yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kita akan pelajari dulu apakah secara regulasi hal ini dimungkinkan,” ujar Afriansyah dalam sebuah diskusi di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

Menurut Afriansyah, selama ini pekerja di industri rokok telah terlindungi oleh asuransi ketenagakerjaan melalui potongan gaji perusahaan. Namun, jika penggunaan cukai tembakau untuk pesangon dapat diatur secara hukum, pihaknya siap membahas hal itu bersama Kementerian Keuangan dan BPJS Ketenagakerjaan.

“Dengan skema itu, tidak ada pihak yang terbebani. Dana cukai bisa menjadi bentuk tanggung jawab sosial negara terhadap pekerja,” jelas politisi Partai Demokrat tersebut.

Dalam rancangan APBN 2026, penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai ditargetkan meningkat dari Rp334,3 triliun menjadi Rp336 triliun. Namun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menegaskan bahwa peningkatan penerimaan negara tidak selalu harus melalui kenaikan tarif cukai.

Purbaya bahkan membatalkan rencana kenaikan cukai rokok setelah berdiskusi dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) pada 26 September 2025. Ia beralasan, kebijakan tersebut diambil demi menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah masuknya rokok ilegal di pasar domestik.

“Kalau tarif dinaikkan terlalu tinggi, industri bisa terpukul, sementara rokok ilegal makin marak,” ujarnya.

Kendati demikian, keputusan itu menuai kritik. Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, menilai pemerintah justru melemahkan upaya pengendalian konsumsi rokok.

Ia mendesak pemerintah agar tetap menaikkan tarif cukai secara signifikan. “Idealnya naik minimal 25 persen setiap tahun, sesuai rekomendasi WHO,” ujar Tulus dalam konferensi pers di kantor Yayasan Jantung Indonesia, Jakarta, 30 September 2025.