DETIK TV | CILACAP — Suasana operasi pencarian korban longsor di Cibeunying, Majenang, Cilacap, mendadak hening ketika Tim SAR menemukan sebuah buku lusuh berjudul “Bayangan Kematian” pada Senin (17/11/25). Buku itu ditemukan terselip di antara tanah lembab, puing-puing kayu dan sisa reruntuhan rumah warga yang terbawa arus longsor.

Temuan tersebut muncul pada hari kelima pencarian, ketika satu korban masih belum ditemukan. Meski basah dan kusam, buku itu seolah menyimpan kisah yang belum selesai terucap.

Ditemukan di Titik Longsor Utama

Buku tersebut ditemukan tepat di area utama pencarian korban terakhir. Temuan ini membuat Tim SAR menduga bahwa buku itu kemungkinan milik korban yang masih belum ditemukan. Sampulnya yang rusak dan halaman yang lembap menjadi saksi bisu betapa parahnya bencana yang terjadi.

Anggota Tim SAR yang pertama kali membuka buku itu mengaku merinding. Tulisan-tulisan di dalamnya menggambarkan rasa takut, firasat buruk, serta perjuangan seseorang dalam situasi genting—seolah menggambarkan kondisi tragis yang dialami warga saat longsor terjadi.

Isi Buku yang Membuat Tim SAR Terdiam

Tim Basarnas kemudian membacakan beberapa kutipan dari buku tersebut. Pada salah satu halaman, tertulis:

“Tanganku mulai menggali puing-puing yang menelan tubuh kita. Timbunan itu terlalu kuat. Tanganku terluka. Aku menangis, aku harus menemukan jalan untuk menyelamatkan Sita.”

Beberapa relawan langsung menghentikan langkah. Mereka kembali terdiam ketika paragraf berikutnya dibacakan:

“Aku terus berdoa agar ada yang mau mendengarkan teriakanku. Lalu aku menemukan TIM SAR yang sedang menyelamatkan para korban.”

Tulisan sederhana itu membawa suasana haru di tengah lokasi bencana. Tak ada yang menyangka, di balik halaman yang lembap itu, tersimpan sesuatu yang jauh lebih berat dari sekadar tulisan—seperti suara yang masih ingin didengar.

Kata-kata di dalamnya terasa hidup, seolah penulisnya masih duduk di sana, menunggu, berharap ditemukan, ingin kembali memeluk keluarga yang ia tinggalkan.

Isyarat yang Tertinggal di Tengah Bencana

Buku tersebut menjadi temuan yang mengusik hati. Tidak ada yang bisa memastikan apakah tulisan itu benar milik korban yang hilang. Namun waktu penemuan, lokasi, dan isi bukunya membuat para relawan merasa seperti menerima pesan yang terlambat, namun tetap ingin disampaikan.

Seorang relawan yang menggenggam buku itu tampak bergetar.

“Masya Allah…” ucapnya singkat, namun penuh rasa haru.

“Tidak ada jeritan, tidak ada suara, hanya tulisan yang menjadi saksi betapa kuatnya seseorang bertahan di saat-saat terakhirnya,” ujar Ubay salah satu relawan.

Pencarian Masih Berlanjut

Hingga kini, Tim SAR Gabungan masih melanjutkan pencarian korban terakhir dengan mengerahkan alat berat serta pencarian manual. Tanah yang labil dan potensi longsor susulan membuat setiap langkah harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

Buku “Bayangan Kematian” kini diamankan sebagai barang temuan. Namun bagi para relawan, buku itu bukan sekadar benda tersisa–melainkan pengingat bahwa setiap korban membawa cerita yang tidak selesai, doa yang tidak sempat terucap, dan harapan yang tetap hidup di tengah puing dan lumpur.

Operasi pencarian akan terus dilanjutkan hingga seluruh korban ditemukan. Warga berharap, seperti harapan yang tersirat dalam buku itu, akan ada titik terang bagi keluarga yang masih menunggu.