Oleh: Puji Hartoyo (Ketua Umum Paguyuban Pedagang Warteg dan Kaki Lima)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini telah berjalan selama 8 bulan sejak dimulai pada bulan Januari 2025 oleh pemerintah. Program ini sejak awal memunculkan harapan besar dan dipandang sebagai langkah strategis untuk mencetak generasi emas Indonesia. Meskipun di sisi lain, muncul pertanyaan serius dari berbagai kalangan, apakah program ini dapat direalisasikan secara efektif, berkelanjutan, dan aman?

Dalam tulisan ini, saya mencoba mengurai urgensi program MBG bagi kehidupan berbangsa dan masyarakat Indonesia. Menurut saya, MBG layak diapresiasi sebagai salah satu terobosan besar dalam kebijakan sosial ekonomi Indonesia. Sebab, di balik tujuan mulianya meningkatkan dan pemerataan gizi anak-anak Indonesia, program ini juga senyatanya membawa dampak berganda (multiplier effect) bagi masyarakat dengan menghidupkan ekonomi rakyat di seluruh wilayah Indonesia.

Pemenuhan Gizi dan Investasi Masa Depan

Indonesia masih menghadapi persoalan serius dalam pemenuhan gizi anak. Data SSGI 2024 mencatat prevalensi stunting masih di angka 19,8%. Angka ini sebetulnya turun dari 21,5% pada tahun 2023. Selain itu, angka itu juga melampaui proyeksi Bappenas (20,1%), walaupun masih jauh dari target 14% dalam RPJMN.

Kebiasaan tidak sarapan juga mengkhawatirkan. Data Kemenkes tahun 2024 menunjukkan 65% anak usia sekolah tidak sarapan, dan 66,8% dari yang sarapan justru mengonsumsi pangan rendah gizi. Padahal, sarapan idealnya memenuhi 25% kebutuhan energi harian.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa kehadiran program pangan bergizi di sekolah sangat mendesak. MBG menjawab kebutuhan itu. Dengan adanya MBG, anak-anak berpeluang mendapatkan asupan makanan yang sehat setiap hari. Ini bukan hanya tentang mengenyangkan perut, melainkan investasi jangka panjang untuk mencetak generasi cerdas dan produktif, terlebih menuju Indonesia Emas dengan bonus demografi usia produktif mencapai titik kulminasinya pada tahun 2045, bertepatan satu abad Indonesia merdeka.

Efek Berganda Bagi Ekonomi Lokal

Dampak terbesar yang sering luput diperhatikan adalah bagaimana program ini menghidupkan ekonomi masyarakat di akar rumput. Kehadiran Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang termanifestasikan pada dapur pengelola MBG berarti membuka lapangan kerja baru bagi juru masak, tenaga distribusi, pengawas mutu makanan dan sebagainya yang jumlahnya tiap dapur Adalah antara 47 sampai dengan 50 orang. Sementara target dari Badan Gizi Nasional (BGN) jumlah SPPG seluruh Indonesia Adalah 30.000. Artinya dengan ini akan tercipta 1,5 juta lapangan kerja baru.

Lebih dari itu, rantai pasok pangan lokal ikut bergerak. Bayangkan uang ratusan trilyun yang dialokasikan untuk program MBG akan mengalir sampai ke pelosok negeri yang selama ini jarang terjangkau bahkan sama sekali belum terjangkau. Ditahun 2026 sesuai rancangan APBN 2026 yang telah disepakati oleh DPR RI, anggaran MBG sebesar 335 trilyun rupiah. Jika ini terealisasi dengan baik, maka angka konsumsi rumah tangga Indonesia sacara nasional akan turut meningkat signifikan. Jika kita tengok tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dominan ditopang oleh konsumsi rumah yang kontribusinya mencapai 54,04 persen (Data BPS 2024). Ditahun 2026 nanti, dengan kontribusi anggaran program MBG tentunya akan lebih berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dampak lainnya dari jalannya MBG ini adalah, petani, peternak, nelayan, warung kelontong, hingga pedagang pasar merasakan peningkatan permintaan sayur, beras, minyak, telur, daging, ikan, dan bahan pangan segar lainnya. Jika dirancang dengan baik, MBG bisa menjadi instrumen pemberdayaan ekonomi rakyat dan UMKM lokal. Dengan kata lain, uang negara yang selama ini perputarannya banyak mengalir dikota-kota besar bergeser dan berputar di pasar-pasar tradisional, dapur dan kantong rakyat.

Pelaksanaan Program Dilakukan Bertahap

Pelaksanaan MBG dilakukan seyogyanya secara bertahap. Artinya satu SPPG atau dapur dalam pelaksanaan program dilakukan secara bertahap namun eksponensial, mereka tidak harus langsung melaksanakan secara penuh mengeksekusi seratus persen kuota yang ada. Cara ini selain memastikan kualitas makanan terjaga, strategi ini memungkinkan kesanggupan manpower SPPG, memperdalan pengalaman dan memperkuat pengawasan, seraya mengoptimalkan peran pelaku lokal. Dengan langkah bertahap ini upaya preventif peristiwa keracunan massal, kualitas gizi dan makanan yang tidak layak dapat dicegah dengan baik.

Selain daripada itu, langkah, bertahap ini juga dapat diberlakukan dengan memulai dari pilot project di wilayah dengan prevalensi stunting tinggi dan daerah tertinggal, atau pada kelompok usia prioritas (PAUD dan SD kelas rendah). Model bertahap memungkinkan evaluasi sebelum diberlakukan penuh secara nasional.

Standarisasi dan Sertifikasi Dapur

SPPG yang sedang didaftarkan harus memiliki sertifikasi pengelola makanan berkualitas dari Lembaga sertfikasi terkait. Hal ini untuk memastikan agar SPPG yang beroperasi telah memenuhi standar yang ada. Kemudian, tetapkan standar kesehatan, audit rutin, uji laboratorium makanan, serta izin resmi bagi setiap dapur penyedia. Penggunaan teknologi (CCTV, digital tracking distribusi) dapat menambah transparansi.

Bangun sistem evaluasi mikro (per sekolah, kecamatan, kabupaten) yang terintegrasi. Publikasikan capaian dan kendala secara berkala.

Pengawasan dan Transparansi

Sediakan kanal pengaduan, laporan terbuka anggaran, serta audit independen agar masyarakat ikut mengawasi.

Program makan bergizi gratis harus dibarengi kampanye edukasi gizi agar anak dan orang tua memahami pentingnya asupan seimbang. Tidak hanya sekadar “piring penuh.”

Tentu, pengawasan tetap penting agar program sebesar ini berjalan efektif. Tetapi justru di sinilah letak peluang: dengan sistem kontrol yang transparan dan partisipasi masyarakat, MBG dapat menjadi contoh program pemerintah yang bersih, berpihak pada rakyat, dan berdampak luas.

Kualitas bahan, kebersihan dapur, serta distribusi tepat waktu harus menjadi prioritas. Kasus keracunan ribuan siswa di beberapa wilayah akibat program makan gratis adalah alarm serius bahwa pengawasan tidak boleh longgar.

Skala masif membuka ruang penyimpangan, baik dalam pengadaan maupun distribusi. Tanpa sistem kontrol, potensi kebocoran dana sangat besar.

MBG adalah program dengan potensi ganda, menyehatkan generasi sekaligus menggerakkan ekonomi rakyat. Namun, tanpa desain bertahap, pengawasan ketat, dan keberpihakan pada pelaku usaha lokal, program ini berisiko menjadi proyek besar yang rapuh.

Karena itu, komitmen pemerintah, dari pusat hingga daerah harus jelas, tidak boleh ada toleransi terhadap penyimpangan, dan setiap kelemahan harus segera dievaluasi. Apabila dijalankan dengan integritas, MBG dapat menjadi warisan monumental bagi bangsa; tetapi jika dibiarkan tergelincir, ia hanya akan dikenang sebagai janji politik yang gagal.

MBG adalah program yang layak didukung penuh, karena tidak hanya menyelesaikan persoalan gizi anak, tetapi juga menggerakkan perekonomian rakyat, membuka lapangan kerja, dan memperkuat rantai pasok pangan lokal pelosok negeri.