DETIK TV | JAKARTA – Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, angka stunting di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta naik dari tahun 2022 menjadi 17,2 persen. Hal itu merupakan permasalahan serius yang harus ditangani oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta secepat-cepatnya.
Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jakarta, Elva Farhi Qolbina, meminta agar Pemprov DKI Jakarta menaruh perhatian terhadap isu tersebut, yaitu dengan mengkaji ulang Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor (No) 1337 Tahun 2016.
“Data ternyata menunjukkan adanya peningkatan prevalensi stunting dari tahun 2022 ke 2024. Di 2022 itu, angka stuntingnya 14,8 persen. Kemudian, di 2025 angka stuntingnya itu naik jadi 17,2 persen,” katanya dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) di Komisi E DPRD DKI Jakarta, Hari Selasa (5/8/2025) lalu.
“Mungkin, Dinas Kesehatan perlu mengkaji ulang Kepgub Nomor 1337 Tahun 2016 itu terkait jenis pangan yang digunakan di dalam program tersebut,” sambung Elva mengungkit Kepgub 1337/2016 tentang Biaya Kegiatan dan Biaya Pemberian Makanan Tambahan Pada Pos Pelayanan Terpadu.
Menurut Elva, kajian tersebut penting dilakukan untuk mengetahui berapa kebutuhan kalori per orang, beserta jenis-jenis makanan tambahan yang harus diterimanya.
Selain itu, kajian terkait juga dapat menjadi landasan untuk menghitung anggaran bantuan gizi penerimanya agar program yang dimaksud dapat berjalan optimal.
“Mungkin, kajian ulangnya juga bisa mencakup kebutuhan kalori beserta jenis-jenis makanan tambahan yang dibutuhkan para penerima,” lanjutnya.
“Kita juga harus menghitung ulang anggaran untuk per orangnya itu berapa supaya ideal untuk kemudian programnya dapat benar-benar menjadi tepat sasaran,” terusnya.
Selain isu stunting, Elva juga menyorot kebutuhan untuk meningkatkan kelas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jakarta Pusat (Jakpus). Pasalnya, kondisi RSUD di wilayah tersebut masih kurang memadai. Sehingga, mengakibatkan beberapa pasien harus mencari perawatan di daerah-daerah lainnya.
“Rumah Sakit Umum Daerah di Jakarta Pusat itu masih tipe D dan hanya satu yang tipe A, yaitu hanya Rumah Sakit Tarakan saja. Pasien yang tidak tertampung di Jakarta Pusat kadang-kadang harus ke Jakarta Utara. Jadi, sepertinya di 2026 ini juga perlu diprioritaskan agar rumah sakit umum di daerah Jakarta Pusat itu bisa naik ke tipe C atau tipe B,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan