Detik TV | Jakarta — Pernyataan PLN Indonesia Power (PLN IP) , yang mengklaim berhasil menurunkan Forced Outage & Derating (FODER) dinilai menyesatkan publik. Ketua Padepokan Hukum Indonesia, Mus Gaber, pada Selasa (7/10) menyebut keberhasilan yang diumumkan oleh Direktur Operasi Batubara PLN Indonesia Power, Rifai Hanafi, tidak memiliki dasar kuat dan patut diduga sebagai bentuk pembohongan publik.

Menurut Mus Gaber, klaim penurunan FODER PLN IP hingga 4,66 persen per Juli 2025 dan disebut melampaui target 4,80 persen hanyalah prestasi semu yang dikemas untuk kepentingan citra perusahaan di tengah sorotan publik terhadap kinerja sektor energi.

“Kami sedang mengumpulkan data dan dokumen pendukung untuk mengambil langkah hukum. Ada indikasi kuat bahwa pernyataan tersebut tidak sesuai fakta di lapangan. Bila terbukti ada manipulasi atau penyajian data yang menyesatkan, maka itu masuk kategori pembohongan publik,” tegas Mus Gaber di Jakarta.

Ia menilai, capaian yang dipamerkan PLN IP justru menunjukkan kegagalan sistemik dalam transparansi kinerja BUMN energi. Menurutnya, FODER tidak bisa hanya dilihat dari angka yang dirilis perusahaan, karena kriteria pencapaian target masih belum jelas secara teknis maupun audit independen.

“FODER bukan sekadar angka administrasi. Kalau pembangkit masih sering bermasalah, gangguan distribusi tinggi, dan efisiensi bahan bakar buruk, maka apa yang mau disebut prestasi? Ini hanya permainan narasi korporat,” ujarnya menambahkan.

Sebelumnya, Rifai Hanafi dalam keterangan resminya menyebut capaian tersebut sebagai hasil kerja keras seluruh unit PLN IP. Ia mengklaim penurunan FODER dicapai berkat peningkatan keandalan pembangkit, pemeliharaan preventif, serta efisiensi energi primer.

“Mulai dari plant reliability & efisiensi, operasi-pemeliharaan, investasi, komersial hingga energi primer, semuanya bersinergi sehingga kita bisa mencapai penurunan Plant FODER lebih baik dari target,” kata Hanafi dikutip dari tvOneNews.

Namun, Mus Gaber menilai pernyataan itu justru mengundang kecurigaan publik. “Ketika satu entitas BUMN mengklaim keberhasilan luar biasa, sementara unit lain justru gagal mencapai target, harusnya itu jadi alarm. Jangan-jangan ada rekayasa pencatatan kinerja internal untuk menunjukkan seolah-olah PLN IP paling sukses,” ujarnya.

Ia juga mendesak Badan Pengurusan (BP) BUMN dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit menyeluruh dan terbuka terhadap klaim capaian FODER PLN IP. Audit tersebut, kata Mus Gaber, penting untuk memastikan apakah data tersebut valid atau hanya hasil dari manipulasi laporan teknis.

“Kalau memang benar, PLN IP tidak perlu takut audit. Tapi kalau prestasi itu dibuat untuk pencitraan dan menipu publik, maka harus ada konsekuensi hukum,” tegasnya.

“Prestasi yang dibangun di atas angka palsu hanyalah fatamorgana korporat. Publik berhak tahu kebenaran di balik statistik gemerlap yang disebarkan PLN Indonesia Power.”

Dengan langkah hukum yang mulai disiapkan Padepokan Hukum Indonesia, kisah “prestasi semu” ini bisa menjadi badai baru di tubuh PLN Grup. Jika terbukti ada manipulasi data, bukan hanya nama baik PLN IP yang dipertaruhkan, tetapi juga integritas BUMN energi nasional di mata publik dan hukum.