DETIKTV.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam mengupayakan pemulihan aset dari tindak kejahatan ekonomi. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang sedang disusun, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa aturan ini tidak hanya ditujukan kepada pelaku korupsi, tetapi juga akan berlaku bagi pengemplang pajak, pelaku penipuan, penggelapan, perusakan lingkungan, dan perdagangan manusia.

 

Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Narendra Jatna, menyatakan bahwa RUU ini merupakan langkah lanjutan dari komitmen Indonesia terhadap Konvensi PBB Antikorupsi yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.

 

Ia menjelaskan bahwa perampasan aset bisa dilakukan tanpa perlu menunggu adanya putusan pidana, sesuai dengan prinsip internasional yang telah diadopsi Indonesia. Skema ini dikenal sebagai perampasan aset tanpa putusan pidana (non-conviction based asset forfeiture), dan dinilai mampu mempercepat proses pemulihan kerugian negara.

 

“Pasal 54 Ayat 1 huruf C dalam Konvensi tersebut mendorong negara anggota untuk mempertimbangkan langkah-langkah yang memungkinkan perampasan aset tanpa melalui tuntutan pidana sebagai upaya optimal dalam mengambil kembali aset yang dicuri,” kata Narendra dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR, Jumat (9/5/2025), sebagaimana dikutip Pajak.com.

 

Ia menambahkan, ruang lingkup RUU ini sangat luas dan tak hanya terbatas pada kasus korupsi, tetapi juga mencakup berbagai kejahatan ekonomi lintas sektor.

 

“RUU ini tidak hanya untuk memberantas korupsi, tetapi juga mencakup berbagai tindak kejahatan ekonomi seperti penghindaran pajak, penipuan, penggelapan, perusakan lingkungan, hingga perdagangan orang,” jelas Narendra.

 

Dalam rangka penerapan yang efektif, Kejaksaan Agung menilai perlu adanya penguatan peran Jaksa Pengacara Negara di bidang perdata dan tata usaha negara. Ini mencakup peningkatan kompetensi, pelatihan berkelanjutan, dan sertifikasi bagi jaksa agar siap menangani sengketa arbitrase internasional.

 

“Salah satu tantangan di bidang ini adalah kurangnya pemahaman terhadap peran Jaksa Pemerintahan Negara yang profesional dan berintegritas dalam menjalankan fungsi kejaksaan,” ujarnya.

 

Narendra juga menegaskan pentingnya memperkuat peran jaksa dalam forum internasional dan memperjelas posisi hukum Jaksa Agung sebagai Advokat General dan Solisitor General dalam sistem hukum Indonesia.

Sumber : Pajak.com