JAKARTA – Isu pencemaran udara menjadi semakin memperihatinkan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Kendati demikian, anggaran yang direncanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup (LH) untuk mengatasinya dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Rancangan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD) 2026 nanti masih terbilang sedikit.
Minimnya anggaran yang direncakan untuk menangani pencemaran udara itu mendapatkan sorotan dari Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ia mempertanyakan bagaimana prioritas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam menghadapi permasalahan yang sudah menjadi salah satu momok bagi pikiran dan kesehatan warga di ibukota.
“Kami mempertanyakan kenapa anggaran yang direncanakan untuk memgatasi pencemaran udara ini sangat sedikit jumlahnya. Padahal, polusi yang kita lihat setiap hari di langit-langit Jakarta sudah menjadi masalah yang besar,” katanya.
Dalam KUA-PPAS RAPBD 2026, Dinas LH berencana mengalokasikan sekitar Rp98 miliar dari jumlah keseluruhan anggarannya yang sebesar Rp3.42 triliun, atau hanya 2.89 persen untuk keperluan pengendalian pencemaran udara.
“Tidak lebih dari 3 persen anggaran Dinas LH itu dialokasikan untuk mengatasi pencemaran udara. Ini harusnya menjadi sorotan, terlebih masyarakat sudah merasakan dampak negatifnya ketika mendapatkan penyakit dari udara yang dihirup sehari-hari,” sambung pria yang kerap disapa Koh Abun itu.
Seperti yang sudah diketahui, kualitas udara di ibukota memang sudah parah. Mengutip data 2022, anggota Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Saibtullah Kadir, mengungkapkan bahwa Jakarta mengalami 2,7 juta kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) tahun itu.
“Berapa banyak lagi anak-anak kita, teman-teman, saudara-saudara, orang tua kita yang harus menderita ISPA sebelum akhirnya masalah polusi udara ini mendapatkan perhatian semestinya dari Pemprov DKI,” lanjut Bun.
Tidak bisa disangkal, Pemprov DKI Jakarta sudah membangun infrastruktur yang menjadi salah satu penunjang upaya pengendalian udara di Jakarta. Sebesar Rp28 miliar rencananya akan digunakan untuk membangun Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU). Akan tetapi, Bun menyerukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengambil langkah yang lebih konkrit lagi ke depannya.
“Pembangunan SPKU atau stasiun-stasiun pemantau udara itu sudah bagus. Namun, upaya menyelesaikan pencemaran udara membutuhkan lebih daripada itu. Lagipula, saya pikir tanpa alat-alat itu saja panca indera kita, yaitu mata kepala kita bisa melihat betapa pekatnya kelabu di langit-langit Jakarta dari waktu ke waktu,” ujarnya.
“Dalam hal ini, Pemprov DKI harus punya rencana yang jelas bagaimana mengatasi persoalan polusi udara di Jakarta, meskipun itu harus dilakukan secara bertahap. Salah satunya, bagaimana ruang-ruang terbuka hijau di kota ini bisa ditambah. Pemprov DKI harus mengarahkan fokusnya ke sana,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan