DETIKTV.CO.ID, HALSEL– Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) Provinsi Maluku Utara,(Malut) angkat bicara terkait dugaan pemalsuan Surat Keputusan (SK) tenaga honorer oleh Kepala SD Negeri 246 Halsel, Yakina Mustafa.

DPC GPM mendesak Bupati Halsel agar segera mengevaluasi kinerja kepala sekolah dan meminta Dinas Pendidikan untuk mencopot yang bersangkutan dari jabatannya.

Ketua DPC GPM Halsel, Harmain Rusli, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jumat (12/09/2025), menyebut bahwa dugaan manipulasi data honorer demi meloloskan seorang peserta dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap II tahun 2025 adalah pelanggaran serius, bahkan berpotensi tindak pidana.

“Jika benar SK honorer itu dipalsukan untuk memenuhi syarat administrasi seleksi PPPK, maka ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi juga bentuk kejahatan yang mencederai integritas dunia pendidikan. Hal ini berpotensi melanggar Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen,” tegas Harmain, yang juga mahasiswa Hukum Sekolah Tinggi Agama Islam Alkhairaat Labuha.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya tindakan cepat dan tegas dari pemerintah daerah.

“Kami mendesak Bupati bertindak cepat mengevaluasi dan mencopot Kepala Sekolah Yakina Mustafa dari jabatannya. Jika terbukti ada unsur pidana, maka harus segera direkomendasikan ke Aparat Penegak Hukum (APH) untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.”

Dugaan pemalsuan ini menyeruak setelah munculnya SK tenaga honorer atas nama Karim Sumar untuk periode 2022–2023 yang ditandatangani oleh Yakina Mustafa. Padahal, pada periode tersebut, SDN 246 Halsel masih dipimpin oleh almarhum Umrah Saun, yang menjabat sejak 2014 hingga wafat pada 2023. Yakina sendiri baru menjabat sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Sekolah pada Agustus 2024.

Berdasarkan penelusuran, Karim Sumar tidak pernah tercatat sebagai honorer di SDN 246 Halsel, baik dalam data fisik maupun pada sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Karim justru dikenal sebagai tenaga honorer di MTs Goro-Goro, bukan di sekolah negeri.

“Jika terbukti, ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga bentuk penyalahgunaan wewenang yang jelas-jelas merugikan para tenaga honorer yang selama ini telah mengabdi dengan jujur dan berdedikasi. Selain melanggar hukum, tindakan ini juga diduga melanggar prinsip Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB),” kata Harmain.

DPC GPM Halsel juga menyoroti lemahnya sistem verifikasi dan pengawasan dalam proses seleksi PPPK yang memungkinkan praktik manipulatif seperti ini terjadi secara berulang.

“Ini bukan soal satu kepala sekolah semata. Ini persoalan sistemik. Pemerintah daerah harus introspeksi. Setiap kali rekrutmen PPPK, selalu saja muncul dugaan manipulasi data. Perlu perbaikan yang mendasar dan sistemik agar kasus seperti ini tidak terus terulang,” tambahnya.

Sebagai langkah awal, DPC GPM menilai pencopotan kepala sekolah yang diduga terlibat adalah tindakan paling logis sambil menunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut dari pihak berwenang.

“Langkah pertama adalah menonaktifkan Kepala Sekolah, kemudian melakukan pemeriksaan menyeluruh. Kami juga mendesak Inspektorat Daerah dan Aparat Penegak Hukum untuk turun tangan melakukan penyelidikan atas dugaan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan jabatan ini,” ujarnya.

DPC GPM menegaskan bahwa dunia pendidikan harus bersih dari praktik-praktik manipulatif yang merusak nilai-nilai keadilan dan kejujuran, khususnya dalam sistem seleksi ASN.

“Kami tidak ingin kasus ini menjadi preseden buruk. Bila tidak ditindak tegas, maka ke depan sistem rekrutmen ASN akan terus dicemari oleh permainan curang yang hanya menguntungkan segelintir orang dan menghancurkan harapan banyak guru honorer yang benar-benar layak,” Pungkas, Harmain.