DETIKTV | JAKARTA – Sekretaris Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Justin Adrian Untayana, mengritisi wacana pembatasan game online karenan pengeboman Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 72 di Jakarta.
Justin menilai bahwa kemunculan wacana pembatasan game online merupakan tanggapan yang reaktif dalam mencari ‘kambing hitam’ untuk disalahkan akibat pengeboman di SMAN 72.
“Kalau ada penusukan dan tidak ada game, kemungkinan film lah yang disalahkan. Tapi, sekarang ada game, maka game disalahkan untuk kejadian seperti ini. Padahal, harus kita pahami bersama bahwa perusahaan-perusahaan game bukan merupakan baby sitter untuk anak-anak. Karakternya sangat bergantung kepada pendidikan orang tua-orang tua di rumah,” tegasnya.
Malahan, ia mengusulkan agar orang tua-orang tua sang anak lah yang harusnya disanksi apabila terjadi kekerasan. Hal itu dikarenakan seorang anak masih berada dalam status di bawah perwalian para orang tuanya masing-masing.
“Kalau ada pelanggaran hukum oleh anak bawah umur, maka sebenarnya orang tua yang harus bertanggung jawab. Karena anak tersebut masih sepenuhnya di bawah perwaliannya,” sambungnya.
Justin menyatakan bahwa ia sudah banyak menyaksikan penelantaran oleh sosok orang tua yang mengakibatkan para anak akhirnya melakukan berbagai jenis kenakalan di luar rumah, termasuk kekerasan terhadap orang lainnya.
“Saya sudah menyaksikan banyak orang tua abai membiarkan anaknya usia 15 tahun keluyuran dini hari dan pada akhirnya tawuran, pakai air keras, pakai senjata tajam. Sehingga, jangan sampai negara ini menutup mata terhadap pertanggungjawaban orang tua dan malah menyasar kepada developer-developer video game,” terusnya.
Pada era modern ini, Justin mengatakan bahwa orang tua juga harus mengecek aktivitas-aktivitas anak-anaknya di dunia maya, seperti di handphone (hp), direct message (dm), dan fitur-fitur media sosial (medsos) yang lainnya.
“Orang tua wajib memeriksa hp, chats, dan dm, anak2nya. Kemudian, orang tua juga wajib berkomunikasi dengan anak sehingga terpantau perkembangan mental dan emosi dari anak,” ujarnya.
Ketika terjadi kesalahan-kesalahan, maka orang tua harus menjadi pihak yang bertanggungjawab terhadap perbuatan anak-anaknya.
“Sikap abai terhadap anak-anak merupakan kesalahan yang patut dimintakan pertanggungjawaban kepada para orang tua. Dalam hukum pidana sekalipun, kelalaian yang mengakibatkan celaka/ melayangnya nyawa dapat dipidana,” lanjutnya.
Jadi orang tua yang lalai, yang abai sehingga anaknya menimbulkan akibat terhadap orang lain harus dihukum.
“Sebaiknya pemerintah pusat mulai memikirkan hukum pertanggungjawaban orang tua atas kenakalan atau bahkan kejahatan-kejahatan anak di bawah umur, dibandingkan dengan menyasar para developer game,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan