DETIKTV.CO.ID, TERNATE — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara memberi sinyal kuat adanya tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi uang makan-minum (mami) dan perjalanan dinas Wakil Kepala Daerah (WKDH) Maluku Utara.
Dalam konferensi pers, Kasi Penkum Kejati, Richard Sinaga, menegaskan bahwa fakta-fakta persidangan menjadi dasar krusial untuk membuka keterlibatan aktor lainnya di balik praktik penyelewengan anggaran yang merugikan keuangan negara itu.
“Untuk perkara mami, kita sudah menetapkan satu tersangka dan telah memasuki tahap penuntutan terhadap salah satu mantan bendahara. Tetapi fakta persidangan menunjukkan kemungkinan ada pihak lain yang juga turut bertanggung jawab,” ujar Richard, Senin (16/6/2025), di Kantor Kejati Maluku Utara.
Pernyataan tersebut tidak hanya menyiratkan potensi perluasan lingkaran hukum, tetapi juga mengandung bobot yuridis yang penting dalam prinsip causal responsibility.
Dalam sistem hukum pidana Indonesia, penetapan tersangka wajib memenuhi standar minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Richard menegaskan, proses yang sudah berjalan berlandaskan prinsip tersebut.
“Kita tidak menetapkan tersangka secara serampangan. Setiap keputusan bersandar pada dokumen resmi, keterangan saksi, serta hasil pemeriksaan pendukung lainnya. Maka dari itu, bila muncul indikasi keterlibatan pihak lain, tentu akan kita proses sesuai mekanisme penyidikan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kejati juga menanggapi serius pernyataan terdakwa di pengadilan yang mengaku mendapat tekanan atau intervensi selama proses penyidikan. Richard menyatakan bahwa ruang pembuktian dalam persidangan terbuka untuk menguji klaim tersebut secara objektif.
“Silakan disampaikan di pengadilan. Karena fakta persidangan tidak hanya menentukan nasib satu orang, tapi juga bisa menyeret nama-nama lain yang selama ini luput dari sorotan,” tegasnya.
Dalam perspektif hukum pidana korupsi, kasus ini mencerminkan pentingnya pendekatan command responsibility yakni pertanggungjawaban struktural dari pihak-pihak yang memiliki otoritas atau peran dalam pengambilan keputusan keuangan. Jika terbukti terdapat perintah atau persetujuan dari pejabat struktural di atas bendahara, maka Kejati berpotensi menerapkan Pasal 55 atau 56 KUHP sebagai dasar hukum bagi penyertaan tindak pidana.
Praktik korupsi dalam proyek anggaran perjalanan dinas dan konsumsi kerap kali tidak berdiri sendiri. Ia bersifat sistemik, terstruktur, dan sering melibatkan lebih dari satu aktor.
Oleh sebab itu, dalam doktrin hukum modern, dikenal prinsip derivative liability, yakni tanggung jawab hukum yang menurun kepada atasan atau pihak yang menikmati hasil tindak pidana.
Selain kasus mami, perkara perjalanan dinas WKDH Maluku Utara juga menjadi perhatian publik karena dugaan keterlibatan sejumlah pejabat aktif. Masyarakat sipil mendesak agar Kejati tidak hanya berhenti pada aktor teknis, melainkan menelusuri aliran dana dan motif penggunaan anggaran secara komprehensif.
“Kasus ini bukan sekadar soal siapa yang tandatangan, tapi siapa yang merancang, siapa yang menyetujui, dan siapa yang menikmati,” kata salah satu pegiat antikorupsi yang enggan disebutkan namanya.
Kejaksaan sendiri masih terus membuka kemungkinan pengembangan perkara. Jika hasil persidangan menunjukkan keterlibatan struktural lebih dalam, maka penyidik akan melakukan gelar perkara ulang dan membuka babak baru dalam proses hukum,Tutup.
Tinggalkan Balasan