Detik TV | Jakarta – Ketua Garuda Asta Cita Nusantara, Muhammad Burhanuddin merespon kasus penamparan anak di sebuah sekolah lantaran merokok di sekolah. Ironisnya, ratusan siswa ikut unjuk rasa dengan meminat kepala sekolah untuk diberhentikan lantaran tindakan itu.
Menurut Burhanuddin, rokok bukan lagi sekadar persoalan gaya hidup, tetapi telah menjadi masalah sosial dan kesehatan yang kompleks.
”Terutama ketika melibatkan anak-anak. Fenomena anak merokok di ruang publik atau bahkan di lingkungan pendidikan kini bukan hal langka. Di sisi lain, banyak yang belum memahami bahwa secara hukum, anak yang merokok bukan pelaku pelanggaran, melainkan pihak yang perlu dilindungi,” sebutnya.
Dikatakan Bur, nenurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, setiap orang di bawah usia 18 tahun dikategorikan sebagai anak. Artinya, ketika seorang anak kedapatan merokok, negara tidak menganggapnya sebagai pelaku kejahatan.
”Bagaimana pun Ia adalah korban dari kelalaian orang dewasa, lingkungan, atau sistem perlindungan yang belum optimal. Oleh karena itu, pendekatan hukum dan sosial terhadap anak perokok seharusnya bukan berupa hukuman, tetapi pembinaan, edukasi, dan pencegahan,” saran Bur.
Ditambahkan Bur, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melalui UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Produk Tembakau.
Dalam regulasi tersebut, ujar Bur, tempat pendidikan, sarana kesehatan, tempat ibadah, dan area bermain anak ditetapkan sebagai kawasan bebas rokok.
”Artinya, tidak boleh ada aktivitas merokok, penjualan, atau promosi produk tembakau di lokasi tersebut. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada sanksi administratif, mulai dari teguran hingga denda,” kata dia.
”Sayangnya, dalam praktiknya, masih banyak lembaga pendidikan dan ruang publik yang belum disiplin dalam penerapan aturan ini,” ungkapnya.
Burhanuddin menamabhakn, masih dalam PP No. 109 Tahun 2012 Pasal 25 ayat (1) ditegaskan bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau kepada anak di bawah usia 18 tahun. Ini berarti secara hukum, anak tidak boleh menjadi konsumen rokok.
Sehingga, kata Bur, yang bisa dijerat hukum bukan anaknya, melainkan orang dewasa yang memberi, menjual, atau membiarkan anak mengonsumsi rokok. Pelanggar bisa dikenai sanksi administratif atau bahkan pidana ringan.
Peran Penting Sekolah dan Orang Dewasa
Ketua DPP GAN itu menilai, sekolah, guru, dan orang tua memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk perilaku sehat anak. Dalam konteks hukum perlindungan anak, membiarkan anak terpapar zat adiktif seperti rokok termasuk bentuk kelalaian.
”Lembaga pendidikan seharusnya aktif menerapkan kebijakan lingkungan sehat, seperti menyediakan ruang konseling, edukasi bahaya merokok, dan kegiatan positif yang memperkuat karakter anak. Penegakan disiplin tidak harus bersifat hukuman, tetapi bisa berupa pembinaan yang mengubah perilaku,” sebutnya.
Dia berharap, pencegahan perilaku merokok pada anak tidak bisa dilakukan dengan pendekatan tunggal. Dibutuhkan tindakan terukur dan kolaboratif, di antaranya edukasi dini tentang bahaya rokok sejak sekolah dasar melalui kurikulum dan kegiatan ekstrakurikuler.
”Lalu ada penegakan aturan Kawasan Tanpa Rokok secara konsisten di sekolah, taman, dan tempat publik lainnya. Kampanye publik yang menampilkan kisah nyata dampak rokok terhadap anak dan keluarga,” tambahnya.
Dia juga berharap ada pengawasan ketat penjualan rokok di sekitar lingkungan pendidikan.
“Peran aktif keluarga sebagai garda depan dalam memberi contoh perilaku sehat di rumah. Menjaga Anak dari Paparan Rokok adalah Tanggung Jawab Bersama,” ucapnya lagi.
Pada akhirnya, sebut Bur, anak yang merokok adalah cermin dari sistem pengawasan yang belum berjalan baik. Ia bukan pelaku, tetapi produk dari lingkungan yang permisif terhadap rokok.
”Melindungi mereka berarti menciptakan ruang yang sehat, mendidik, dan bebas dari paparan zat adiktif,” ujar pengacara ibu kota Jakarta ini.
”Sekolah, keluarga, pemerintah, dan masyarakat harus berjalan seiring — bukan hanya untuk menegur, tetapi untuk mendidik, menguatkan, dan memberi contoh nyata bahwa hidup sehat adalah pilihan yang bisa dimulai sejak muda,” kuncinya.

Tinggalkan Balasan