DETIKTV.CO.ID,HALSEL– Kebijkan direktur rumah sakit pratama (RSP) Bisui, Kecamatan Gane Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan,( Halsel) Provinsi Maluku Utara,( Malut) dr Elisabeth Bernadette dikeluhkan sejumlah petugas jaga.

 

Pasalnya, berbagai fasilitas RSP seperti tempat tidur berupa boslap banyak yang sudah rusak tetapi dibiarkan begitu saja untuk digunakan oleh pegawai nakes saat bertugas.

 

“Torang (kami) bingung dengan kebijakan ibu direktur, harusnya fasilitas tempat tidur seperti boslap yang sudah rusak itu sudah harus diganti. Kasihan masa torang petugas harus tidur menggunakan boslap yang sudah sobek kulitnya dan tidak layak,” kata salah satu petugas nakes RSP Bisui yang enggan namanya disebut. Rabu, (17/7).

 

Petugas tersebut membeberkan bobroknya manejemen dan kebijakan dr Elisabeth selaku direktur RSP Bisui. Baik dari pengelolaan anggarannya yang jauh dari prinsip transparansi dan keterbukaan.

 

“Kami mengeluh ini bukan karena kami ingin semua fasilitas harus bagus dan layak seperti rumah sakit lain di Halsel. Kami hanya ingin apa yang kurang di dalam RSP ini itu yang diperhatikan. Seperti tempat tidur, peruntukannya bukan hanya pegawai nakes saja, namun juga para pasien nanti,” tuturnya.

 

Dia menuturkan, lantaran karena tempat tidur saja beberapa pegawai nakes yang bertugas dimarahi seperti anak kecil oleh direktur hanya karena mereka menggunakan boslap tersebut.

 

Padahal lanjut dia, pegawai nakes juga berhak menikmati fasilitas RSP di mana tempat ia bekerja. Ini bukan berarti untuk kesenangannya tetapi sebagai wujud kepedulian terhadap kesehatan mereka.

 

“Kami sesali sikap ibu direktur, dia marah-marah sama beberapa pegawai yang bertugas lantaran dorang (mereka) saat tidur menggunakan boslap yang baru belum pernah digunakan. Gegara karena itu ibu dir marah habis-habisan di depan pasien sembari memerintah petugas security menggantikan dengan boslap yang rusak,” kesal sumber itu, (17/7).

 

Tidak hanya itu, direktur juga melarang para pegawainya menggunakan ruangan rawat inap untuk pasien atau pegawai. Sehingga ruangan tersebut sejak dulu sampai sekarang tidak pernah digunakan.

 

Menurutnya, Elisabeth juga sudah berulang kali disarankan oleh pegawainya agar mengadakan fasilitas RSP yang sangat dibutuhkan, tetapi dirinya selalu beralasan tidak ada anggaran RSP dan itu nanti Dinas Kesehatan Halsel saja untuk pengadaan.

 

“Setiap rapat kami selalu sampaikan agar fasilitas-fasilitas penting di RSP baik untuk kebutuhan pasien maupun pegawai supaya diadakan. Direktur selalu saja alasan tidak ada anggaran lah, nanti dinas yang adakan lah,” katanya.

 

Lebih lanjut sumber tersebut mengatakan, ada kebijakan lain lagi lebih ironis dilakukan direktur RSP Bisui. Misalnya ketika ada pasien RSP Bisui bakal dirujuk ke RS lain seperti di Weda atau RSUD Labuha.

 

Dalam rujukan itu kata sumber, ada sistem pembelian bahan bakar minyak (BBM) ditanggung bersama antara RS dan keluarga pasien. Namun terkadang saat dilapangan justru kebijakan direktur sering tidak sesuai. Hal ini juga banyak dikeluhkan pasien terlalu mahalnya biaya BBM.

 

“Biasanya kalau pasien itu dirujuk misalkan ke RS Weda, itu biaya BBM untuk pergi ditanggung RSP Bisui. Sedangkan biaya BBM untuk pulang ditanggung keluarga pasien sebesar Rp480,000 untuk 15 liter. Sementara biaya petugas RS yang mendampingi pasien saat rujuk, biasanya dibayar Rp500,000 oleh keluarga pasien. Sehingga kalau ditotalkan mendekati jutaan,” ujar dia.

 

“Yang jadi masalahnya adalah ketika pasien rujukan itu pulang, keluarga pasien diminta tanggungan BBM sebanyak 15 liter sekali jalan. Sehingga kalau perjalanan pergi-pulang pasien menyiapkan 30 liter BBM sesuai permintaan direktur. Banyak keluarga pasien yang mengeluh atas kebijakan ini dianggap terlalu mahalnya harga BBM,”

 

Terpisah, direktur RSP Bisui Elisabeth Bernadette saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa, ermasalahan sebnarnya adlaah mereka pakai bed pasien baru dari rawat inap. Karena itu merupakan inventaris barang dari instalasi Rawat inap.

 

“RS Bisui itu belum blud dan masih tergantung pada DPA Anggaran rutin dari dinkes dan tidak ada anggaran untuk pengadaan tempat tidur petugas. Saya marah karena mereka ambil bed pasien baru tanpa sepengetahuan saya,” jelasnya.

 

“Bed pasien itu masih baru dan merupakan fasilitas dari rawat inap. Kami belum bisa menggunakan barang tersebut jangan sampai menjadi temuan di masa mendatang karena tidak sesuai antara jumlah tempat tidur ban bed pasien,”Pungkasnya.