DETIKTV.CO.ID, TERNATE– Sorotan publik kembali mengarah ke eks Bupati Pulau Taliabu, Aliong Mus, usai namanya disebut memiliki andil dalam pencairan dana proyek fiktif pembangunan fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) senilai Rp4,5 miliar.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Inspektur Inspektorat Taliabu, Gesber Tani, saat bersaksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ternate, Senin, 16 Juni 2025.
Dalam sidang yang menyeret empat terdakwa Suprayidno, Hayatuddin Ukasa, M. Rizal, dan Melanton Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Taliabu menghadirkan tiga saksi utama, yakni Gesber Tani, Yaser Daeng Matili, dan Hamdani. Kesaksian Gesber menjadi penting karena menyentuh pada aspek pengambilan kebijakan administratif yang tidak berdiri sendiri, melainkan atas dugaan tekanan struktural dari elite daerah.
Gesber Tani menyatakan, Inspektorat memberikan rekomendasi pencairan anggaran proyek MCK fiktif atas dasar arahan yang disampaikan oleh Aliong Mus melalui Kepala BPKAD kala itu, Abdul Kader Nur Ali alias Dero. “Rekomendasi dikeluarkan karena ada permintaan langsung, meski 11 berkas pencairan tidak dilengkapi dokumen jaminan pemeliharaan,” ungkap Gesber.
Dari perspektif hukum pidana, hal ini membuka ruang penyelidikan terhadap intellectual daderpelaku intelektual yang diduga memberikan perintah dan memfasilitasi tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan.
Proyek MCK yang menyasar 21 desa tersebut sempat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku Utara pada 2023. Namun, menurut Gesber, Inspektorat hanya memanggil Direksi dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), tanpa ada tindak lanjut lapangan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang integritas pengawasan internal dan potensi pelanggaran terhadap UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terutama pada prinsip akuntabilitas dan supervisi.
Sementara itu, Yaser Daeng Matili, seorang PNS di Dinas PUPR Taliabu, menyebut dirinya dan sejumlah rekan melakukan perjalanan dinas ke Manado, Sulawesi Utara, menggunakan dana masing-masing sebesar Rp5 juta. Dalam pengakuannya, uang tersebut sebagian digunakan untuk aktivitas pribadi, termasuk hiburan malam.
Yaser yang berperan sebagai Sekretaris PPHP juga mengakui bahwa ia tidak menjalankan fungsinya dalam verifikasi fisik barang karena tidak mendapatkan honor. Ia bahkan menyatakan tanda tangan pada dokumen pencairan bukan milik terdakwa Suprayidno, melainkan hasil pemalsuan.
“Ini indikasi kuat bahwa dokumen proyek dikelola dalam sistem yang permisif terhadap rekayasa administratif,” ujar seorang praktisi hukum yang enggan disebut namanya. “Peristiwa ini bisa dikategorikan sebagai pemalsuan dokumen negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.”
Kesaksian pegawai honorer Hamdani kian menguatkan dugaan korupsi sistematis. Ia mengaku diperintahkan membuat SPM dan SPP LS berdasarkan SPD dari BPKAD, padahal fisik pekerjaan belum ada. Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa dokumen pencairan tersebut ditujukan untuk perusahaan dari Manado yang dikendalikan oleh seseorang bernama Maikel.
“SPM dan SPP LS dibuat 28 Desember 2022, saat proyek bahkan belum dimulai,” beber Hamdani.
Hal ini menyalahi prinsip keuangan negara berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyaratkan adanya output atas setiap penggunaan anggaran. Pencairan dana tanpa realisasi proyek dapat dianggap sebagai tindakan memperkaya diri atau pihak lain secara melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.
Kesaksian saksi tambahan, Anugrah Priyanto, menyingkap praktik distribusi uang tunai secara mencurigakan. Ia menyebut terdakwa Hayat Ukasa mengambil satu tas ransel berisi uang dari Yopi Saraung, kemudian diserahkan ke dua pihak lain, La Ode dan Abdul Haris.
Jika uang tersebut berasal dari anggaran negara, maka tindakan ini dapat mengarah pada pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, selain korupsi.
Setelah mendengarkan tanggapan dari para terdakwa atas rangkaian kesaksian, majelis hakim yang diketuai Budi Setyawan menunda sidang dan menjadwalkan lanjutan pembuktian pada Senin mendatang.
Tinggalkan Balasan