DETIK TV | Samarinda, 21 Agustus 2025 – Pengadilan Negeri Samarinda untuk pertama kalinya memutus perkara restitusi korban tindak pidana. Dalam sidang putusan, majelis hakim mengabulkan sebagian permohonan keluarga korban dengan menghukum terdakwa membayar ganti rugi sebesar Rp306 juta.
Hakim juga menetapkan, apabila terdakwa tidak mampu membayar, maka kewajiban itu diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Respon Kuasa Hukum Korban
Kuasa hukum keluarga korban, Laura Azani, SH, menyebut putusan ini sebagai langkah awal yang penting bagi pemulihan korban tindak pidana.
“Kami sudah berupaya maksimal memperjuangkan hak-hak korban. Tinggal bagaimana implementasi putusan ini benar-benar dijalankan sehingga istri korban dapat merasakan manfaatnya,” ujar Laura Azani usai sidang.
Ia menambahkan, restitusi ini sangat krusial karena korban merupakan tulang punggung keluarga. Hilangnya nyawa korban juga berarti hilangnya sumber pendapatan rumah tangga. “Negara memiliki kewajiban hadir dan melindungi rakyatnya sesuai konstitusi,” tegas Laura.
Landasan Hukum Restitusi
Hak restitusi korban tindak pidana diatur dalam:
- UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
- Pasal 98-101 KUHAP terkait penggabungan perkara perdata dalam perkara pidana,
- Pasal 28H UUD 1945 tentang jaminan sosial dan perlindungan warga negara.
Restitusi memberi korban hak atas ganti kerugian berupa kehilangan harta benda, penghasilan, biaya perawatan, dan penderitaan akibat tindak pidana.
Polemik Pidana Pengganti
Meski demikian, kebijakan mengganti restitusi dengan kurungan enam bulan jika tidak dibayar menuai kritik. Dari sisi efektivitas, aturan ini memberi tekanan kepada terdakwa. Namun, dari sisi pemulihan korban, kurungan tidak menjamin keluarga benar-benar memperoleh ganti rugi.
Kajian hukum menilai, negara seharusnya hadir lebih aktif, misalnya melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atau mekanisme dana talangan. Dengan begitu, pemulihan korban tidak bergantung sepenuhnya pada kemampuan ekonomi terdakwa.
Preseden Penting
Putusan restitusi perdana di Samarinda ini menjadi tonggak penting penegakan hak korban di Indonesia. Hakim menegaskan pengakuan atas kerugian keluarga korban dan menerapkan asas proporsionalitas dengan hanya mengabulkan sebagian permohonan.
Namun, tantangan terbesar ada pada eksekusi putusan. Jika terdakwa memilih kurungan pengganti, keluarga korban tetap tidak memperoleh pemulihan finansial. Karena itu, dibutuhkan mekanisme lebih komprehensif agar pemulihan korban berjalan nyata, bukan sekadar formalitas hukum.
Tinggalkan Balasan