Detik TV | Jakarta – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengungkapkan bahwa membanjirnya barang impor baru tanpa merek atau label (white label) kini menjadi salah satu ancaman terbesar bagi pelaku UMKM dalam negeri.

Dalam pertemuan media terbatas di Jakarta, Senin, Maman menjelaskan bahwa persoalan impor white label justru lebih kompleks dibandingkan peredaran baju impor bekas. Barang-barang tersebut secara hukum tidak melanggar aturan karena dikategorikan sebagai produk baru, meski dampaknya dinilai merugikan industri lokal.

“Kalau impor barang bekas itu jelas-jelas melanggar aturan. Tapi untuk barang baru, celah regulasinya masih terbuka. Ini seperti barang ilegal yang legal, atau legal tapi terasa ilegal,” ujar Maman.

Ia menambahkan bahwa barang white label yang masuk ke Indonesia tidak hanya berupa pakaian jadi, tetapi juga mencakup alas kaki, jam tangan, hingga jilbab. Semua produk itu masuk dalam jumlah besar dan membanjiri pasar domestik, sehingga menyulitkan produk UMKM untuk bersaing.

Maman menilai kondisi ini tidak bisa ditangani hanya oleh Kementerian UMKM, mengingat regulasinya berada di area “abu-abu” dan memerlukan koordinasi lintas kementerian serta lembaga terkait. Menurutnya, jumlah barang white label yang masuk bahkan jauh lebih banyak dan lebih beragam dibandingkan baju impor bekas.

Ia menyebut langkah penanganan lebih tegas baru dapat dilakukan jika penindakan terhadap impor barang bekas sudah berjalan konsisten oleh Bea Cukai dan pihak lain yang berwenang.

“Fakta di lapangan, industri kecil dan UMKM kita sulit tumbuh karena dibanjiri dua arus besar: baju impor bekas dan barang baru tanpa merek. Ruang ini yang harus kita benahi,” tegasnya.

Maman memastikan bahwa kementeriannya mulai memprioritaskan isu ini, tidak hanya fokus pada persoalan impor pakaian bekas semata.