Detik TV | ‎‎Medan — HMI MPO Cabang Medan secara tegas mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan keterlibatan aktivitas pertambangan PT Agincourt Resources (AR) dalam bencana banjir bandang yang melanda Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru. HmI menilai bahwa pola bencana yang muncul bukan sekadar fenomena alam, melainkan bagian dari dampak kerusakan ekologis akibat eksplorasi pertambangan yang masif.

‎Dalam pernyataannya, HMI MPO Cabang Medan menegaskan bahwa indikasi kerusakan lingkungan di Batang Toru semakin menguat, terutama setelah mengkaji laporan eksplorasi resmi PT Agincourt Resources periode Juli–September 2023. Laporan tersebut mengungkapkan kegiatan eksplorasi intensif di wilayah Sibolga—yang berada dalam kawasan bentang alam yang terhubung secara langsung dengan ekosistem kritis Batang Toru.

Kondisi jalan aek sulum sipirok


‎Laporan itu mencatat bahwa AR menggelontorkan USD 1.226.776 atau sekitar Rp18,7 miliar untuk kegiatan eksplorasi hanya dalam tiga bulan, termasuk pengeboran sejauh 10.764 meter. Rinciannya:

‎Juli 2023: 3.425 meter
‎Agustus 2023: 3.411 meter
‎September 2023: 3.928 meter

‎HMI menilai intensitas tersebut jauh dari skala kegiatan biasa dan dapat mengganggu struktur tanah, kontur kawasan, serta sistem penyerapan air di hulu.

‎“Kegiatan eksplorasi sebesar ini bukan hanya berisiko—tetapi sangat mungkin menjadi penyebab langsung terganggunya hidrologi Batang Toru. Ini harus diselidiki secara serius dan transparan,” tegas pengurus HMI MPO Cabang Medan.

‎Lebih jauh, HMI menambahkan bahwa pola banjir bandang yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir beririsan dengan jejak eksplorasi dan pembukaan lahan. Organisasi ini juga mengingatkan bahwa keberadaan AR di kawasan tersebut telah sejak lama dikaitkan dengan kerusakan habitat Pongo tapanuliensis (orangutan Tapanuli) dan Pongo abelii (orangutan Sumatera)—dua spesies langka yang kini semakin terdesak oleh aktivitas pertambangan.

‎HMI menyebutkan bahwa perambahan hutan dan pengeboran berulang kali di Batang Toru merupakan bentuk eksploitasi yang tidak hanya menghancurkan hutan, tetapi juga meningkatkan risiko bencana ekologis yang dirasakan langsung masyarakat.

‎“Hutan Batang Toru adalah penyangga kehidupan. Begitu kawasan itu diganggu, masyarakat di hilir yang menanggung akibatnya,” lanjut pernyataan tersebut.


‎HMI MPO Cabang Medan juga menyoroti penggunaan beberapa sub-kontraktor dalam kegiatan eksplorasi, sebagai indikasi bahwa operasi tambang berlangsung dalam skala besar dan berpotensi mempercepat kerusakan lingkungan.

‎Dalam pernyataan lengkapnya, HMI MPO Cabang Medan menegaskan bahwa aktivitas tersebut memperkuat dugaan keterlibatan industri pertambangan dalam kerusakan ekologis Batang Toru. Karena itu, HMI mendesak agar pemerintah melakukan peninjauan kembali Kontrak Karya (KK) PT Agincourt Resources. Jika ditemukan pelanggaran, kesalahan, atau kelalaian yang menyebabkan kerusakan lingkungan, maka pembatalan Kontrak Karya harus menjadi opsi yang dipertimbangkan serius. Keselamatan rakyat adalah yang utama.

‎HMI menuntut agar investigasi dilakukan secara independen, berbasis data ilmiah, bebas intervensi, serta melibatkan para pakar lingkungan hidup.

‎“Pemerintah tidak boleh menutup mata. Ini bukan hanya isu lingkungan, tetapi isu keselamatan publik. Setiap bentuk pelanggaran harus diproses sesuai hukum,” ujar HMI MPO Cabang Medan.

‎Di akhir pernyataan, HMI MPO Cabang Medan menyerukan seluruh elemen masyarakat, pecinta lingkungan, dan akademisi untuk turut mengawal proses investigasi dan menolak segala bentuk pembungkaman terhadap data kerusakan lingkungan.

‎“Kita tidak boleh membiarkan Batang Toru rusak lebih jauh. Tanggung jawab moral kita adalah memastikan bahwa bencana tidak terus berulang,” tutup HMI.