Manokwari – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat segera melayangkan panggilan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak di dua lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Papua Barat, Asisten bidang Pidana Khusus. (Aspidsus) Kejati Papua Barat. Asbun Hasbullah Syambas membenarkan agenda pemanggilan tersebut

“Benar, bahwa kami sudah menerbitkan 2 (dua) Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik),” kata Abun Hasbullah Syambas dalam konferensi pers di kantor Kejati Papua Barat di Manokwari, Selasa 17 Juni 2025 kemarin

Dikatakan Abun, bahwa dua Sprindik tersebut berkaitan dengan dugaan korupsi di KPU Kabupaten Fakfak dan KPU Provinsi Papua Barat.

Bahwa Sprindik dugaan korupsi pada KPU Fakfak, sebut Abun, diterbitkan lebih dahulu, yang kemudian diterbitkan lagi Sprindik baru terkait dugaan korupsi di KPU Provinsi Papua Barat.

“Sprindik dugaan korupsi di KPU Fakfak diterbutkan lebih dulu bahkan sudah kami rilis beberapa waktu lalu,” katanya.

Ia mengatakan bahwa tim Jaksa penyidik juga telah menjadwalkan panggilan pemeriksaan yang akan dimulai awal pekan depan.

“Jadi pekan depan kami sudah mulai melakukan panggilan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan dua Sprindik tersebut, baik di KPU Fakfak maupun KPU Provinsi Papua Barat,” terangnya.

Ia menjelaskan, bahwa khusus pemeriksaan KPU Fakfak akan berlangsung di Kejari Sorong Provinsi Papua Barat Daya (PBD).

“Agar lebih dekat dan efisien, para pihak yang dipanggil dari KPU Fakfak akan kami periksa di kantor Kejari Sorong PBD,” katanya.

Sementara untuk KPU Provinsi Papua Barat, kata Abun, pemeriksaan awal akan berlangsung di kantor Kejati Papua Barat di Manokwari.

“Agar [lebih dekat], mereka yang kami panggil dari KPU Provinsi Papua Barat akan diperiksa di kantor Kejati Papua Barat di Arfai Manokwari,” terangnya menambahkan.

Adapun dugaan korupsi yang akan dilidik dalam panggilan pemeriksaan dua KPU tersebut belum dapat disampaikan kepada publik, karena berkaitan dengan materi penyelidikan tim Jaksa.

“Untuk saat ini belum bisa kami sampaikan, karena masih menjadi rana penyidik. Dan itu akan secara rinci kami sampaikan secara terbuka ke rekan-rekan media,” ujarnya.

LHP BPK Papua Barat 

Sebelumnya, pada Senin 16 Desember 2024, Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Papua Barat, Ahmad Luthfi H. Rahmatullah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan Atas Pengelolaan Keuangan Pemilu 2024 Periode Tahun 2023 sampai dengan Semester I Tahun 2024 Pada KPU di Wilayah Provinsi Papua Barat.

Ahmad Luthfi H. Rahmatullah dalam laporan resminya menyampaikan, bahwa Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dalam bentuk pemeriksaan kepatuhan keuangan bertujuan untuk menilai apakah hal pokok yang diperiksa sesuai (patuh) dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemeriksaan tersebut dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) yang ditetapkan oleh BPK RI.

Ia menegaskan, bahwa BPK telah melakukan pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan keuangan Pemilu 2024 pada KPU Provinsi Papua Barat dan lima KPU Kabupaten diantaranya, KPU Manokwari, Manokwari Selatan, Kaimana, Fakfak, dan KPU Teluk Wondama.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, atas pengelolaan keuangan Pemilu 2024 diketahui ada hal-hal perlu mendapat perhatian, diantaranya:

  1. Pelaksanaan pengadaan jasa audit laporan dana kampanye pada KPU Provinsi Papua Barat tidak sesuai ketentuan sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran;
  2. Pengeluaran belanja jasa distribusi logistik Pemilu 2024 pada KPU Kabupaten Fakfak tidak dipertanggungjawabkan sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran;
  3. Pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas pada lima satuan kerja KPU di wilayah Provinsi Papua Barat tidak sesuai Standar Biaya Masukan dan tidak sesuai kondisi senyatanya sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran;
  4. Dan pertanggungjawaban belanja barang pada KPU Kabupaten Fakfak tidak didukung dengan bukti yang lengkap sehingga mengakibatkan realisasi belanja barang tidak dapat diyakini keterjadiannya.

Selanjutnya, kata Ahmad LHP BPK tersebut diharapkan segera ditindaklanjuti sesuai ketentuan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab keuangan Negara.

“Undang-undang mengamanatkan, bahwa para pejabat dimaksud wajib menindaklanjuti rekomendasi LHP, dan penyelesaian kerugian negara agar dilaporkan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima,” pungkasnya.

Ketua LSM Pemantau Anggaran Daerah Papua Barat, Yohanes Mandacan, menyatakan bahwa kasus ini harus ditangani secara tuntas dan transparan. “Ini bukan hanya soal uang, ini menyangkut kepercayaan publik terhadap negara dan proses demokrasi kita,” katanya.

Penanganan perkara korupsi dana hibah Pilkada dan proyek pengadaan barang di KPUD Fakfak menjadi sorotan utama masyarakat Papua Barat. Kejaksaan Tinggi Papua Barat kini memikul tanggung jawab besar untuk membuktikan bahwa supremasi hukum tetap menjadi pijakan utama di tengah tantangan birokrasi dan politik lokal.

Pantau terus perkembangan kasus ini, karena masa depan demokrasi dan keuangan negara sedang dipertaruhkan.